Ada beberapa hal yang sering kali
menghampiri pikiran saya akhir-akhir ini. Apalagi kalau bukan tentang hal yang
berkaitan dengan kuliah dan setelah kuliah.
Tinggal menghitung jari, semuanya
tidak akan terasa sama lagi. Sudah tidak ada persembunyian akan beberapa hal
yang tidak bisa diselesaikan menggunakan tameng sebagai anak kuliahan. Iya,
Brilian sebentar lagi akan menjadi wanita (menuju) dewasa. Will be a woman, not be a girl anymore.
Jika tahun 2015 lalu, yang
menjadi pikiran saya adalah mau mengisi apa di tahun terakhir sebagai kuliahan.
Tahun 2016 ini yang menjadi pikiran saya adalah mau menjadi apa, mau berkarir
dibidang apa, mau lanjut kuliah kapan dan apakah saya akan mencintai pekerjaan
saya.
Saya berpikir apakah semua atau
kebanyakan orang akan kehilangan idealisme atau passion mendalamnya ketika sudah dihadapkan dengan dunia bernama
realita.
Saya sadar betul, dengan
observasi secara kasat di lingkaran pertemanan saya, mereka yang sangat idealis
di dunia perkuliahan, pada akhirnya akan terkikis sedikit demi sedikit
idealisme mereka ketika sudah dihadapkan dengan tantangan sosial seperti
memiliki pekerjaan mapan dan keharusan sosial lainnya.
Berdasarkan pengalaman magang di
beberapa perusahaan besar baik nasional maupun multinasional, saya tidak
melihat kebanggaan besar yang tersirat dari para pekerjanya akan perusahaannya.
Maksud saya, jika dibandingkan dengan kebanggaan akan tempat kuliah atau sekolah
misalnya.
Misalnya saja, rasanya sangat
bangga ketika sekolah menengah atas masuk ke dalam jajaran 10 sekolah terbaik
misalnya. Tapi apabila kantor tempat bekerja mendapat penghargaan berupa 5
besar perusahaan terbaik di industri tersebut, apakah masih tersimpan rasa
bangga yang sama?
Saya tidak tahu apakah setiap
pekerja yang berada di dalam perusahaan sudah bekerja sesuai dengan kata hati
mereka atau tidak. Masuk kantor pukul delapan atau sembilan, pulang paling
tidak pukul lima. Belum lagi jika berada di kota besar, kemacetan di mana-mana,
bisa menghabiskan berjam-jam di jalan.
Saya mempertanyakan kepada para
pekerja di perusahaan yang berjuang menerjang kemacetan, menghabiskan paling
tidak empat jam untuk perjalanan dari kantor ke rumah serta terkadang lembur
sampai tengah malam, tentang apa sebenarnya yang mereka cari.
Bekerja sekeras mungkin dan
mencapai target untuk bos yang masih memiliki bos, yang masih ada bos-bosnya
lagi, dan juga bos-bos lainnya.
Selain itu, saya juga melihat
banyak pekerja yang berpindah-pindah tempat pekerjaan, entah belum atau tidak menemukan kecocokan, atau mengejar posisi
yang lebih tinggi.
Memang tidak mungkin bisa
dibandingkan dengan semasa sekolah. Tidak mungkin kan setahun di sekolah A,
setahun di sekolah B, setahun di sekolah C … kecuali jika memang kamu ikut
orang tua yang pekerjaannya mengharuskan kamu berpindah-pindah tempat.
Saya mempertanyakan apakah masih
ada pekerja yang mengerjakan semua pekerjaannya dengan hati? Layaknya
teman-teman yang aktif di organisasi non-profit yang bekerja sepenuh hati meski
tanpa dibayar sepersen pun?
Apakah ada keinginan mendalam
yang mereka cari? Apakah ada impian yang mendorong untuk semangat memberikan
yang terbaik, selain dengan embel-embel remunerasi?
Saya mempertanyakan kepada mereka
yang mungkin juga sedang bertanya…