"Sudah bukan waktunya buat kita pindah-pindah hati. Aku sudah capek kalau harus berkenalan dengan orang lagi, membiasakan, dan belum lagi kalau harus menata hati misal akhirnya patah hati."
Kurang lebih, salah satu sahabat saya mengeluarkan pernyataan seperti itu disela-sela obrolan pulang setelah akhirnya semesta memberikan waktu untuk kami pergi berdua, di detik-detik sebelum saya balik ke Jakarta pada hari itu juga.
Kami berdua, yang memang sering kali memperbincangkan hal yang (sepertinya) orang dewasa bincangkan sejak kami duduk di bangku menengah atas, selalu setuju bahwa perkara hati bukanlah perkara yang main-main, apalagi kekanak-kanakan.